loading...


Krisis global menciptakan pengangguran baru lapangan kerja yang cupet membuat nafas hidup jutaan rakyat megap-megap. Tekanan demi tekanan ekonomi di negeri ini seolah-olah tak akan pernah berujung. Bagaimana kita melangkah menuju kehidupan ekonomi yang lebih baik? Yang harus dilakukan ialah meninggalkan asumsi dan harapan datangnya "ratu adil" bernama lapangan pekerjaan. Lapangan kerja apalagi jika itu diharapkan datang dari pemerintah hanyalah mitos. Kalaupun ada sekian persen terbuka lapangan kerja belum tentu kita bisa masuk ke "tanah yang dijanjikan" itu. Orang baik bukan hanya mampu berpikir baik melainkan juga harus berani melangkah menerobos gulita ekonomi Indonesia.

Maka slogan ciptakan lapangan kerja sendiri adalah suatu keharusan yang tak ditunda lagi. Ada banyak peluang usaha dengan modal uang secukupnya dan bisa menjamin masa depan lebih pasti ketimbang kerja "nguli kantoran". Dari sekian peluang itu kelinci adalah kata kuncinya. Orang bijak mestinya tak akan memalingkan diri dari informasi baru atau informasi yang asing. Kebaruan adalah fitrah kehidupan dan sesuatu yang asing itu ialah kabar baru yang harus diserap di pahami secara mendalam.

Beternak kelinci adalah sesuatu yang baru dan asing tetapi disinilah ujian kita sejauh mana mampu menjadi manusia bijak untuk membangun kehidupan ekonomi baru. Kalau akar masalahnya adalah sektor riil maka ternak kelinci adalah akar yang bisa ditanam sebagai tumbuhan uang. Kalau masalahnya adalah kesulitan membayangkan praktek ternak kelinci maka solusinya jelas mempelajari baik belajar dari peternak langsung maupun dari buku-buku bacaan. Globalisasi membutuhkan sikap yang revolusioner untuk membangun ekonomi keluarga kita kearah yang lebih baik. Ternak kelinci membukakan jalan unktuk meraih sukses tersebut.

Pertanyaan yang patut diajukan di sini ialah, kenapa orang lantas tidak berbondong-bondong beternak kelinci? Pasti ada faktor di baliknya. Faktor budaya adalah yang utama. Masyarakat kita sudah jauh dari "ideologi" beternak atau bertani. Kebanyakan orang sudah bosan menyandang predikat tani peternak termasuk petani itu identik dengan keterbelakangan ini berbeda dengan asumsi masyarakat negara maju di mana predikan petani sejajar dengan predikat usahawan di bidang teknologi atau pengusaha modern lainya.

Kalau di negara maju rata-rata anak-anak muda yang berlatar belakang keluarga petani proses pendidikan pertanian/peternakan berusaha maksimal tetap mengembangkan dunia pertanian/peternakan, lain dengan kaum muda Indonesia. Bahkan Sarjana Pertanian enggan bertani mereka lebih menjadi kuli kuli dengan penyerahkan secarik kertas label sarjananya. Masalah lainnya adalah tidak memiliki lahan dan sarana pendukung seperti pasokan rumput, pengelolaan dan lain sebagainya. Masalah konvensional yang akan selalu terjadi di belahan dunia manapun ini sering dijadikan alasan Nusantara dengan dua pergantian dua musim serta sumber daya alam yang sangat mendukung masih dianggap problem. kita lupa bahwa di negara-negara lain kondisi alamnya kalah jauh dengan Indonesia justru dijadikan tantangan untuk meraih sukses ketiga, ketidak sukaan pada hewan peliharaan.

Masalah pertama adalah faktor budaya ini adalah masalah mentalitas bangsa secara umum di mana kalangan muda kita lebih dengan gaji pragmatis ketimbang menjadi entrepreneur, terutama di bidang peternakan atau pertanian. Alih-alih mengejar potensi ternak mengejar potensi dirinya saja tidak mampu mereka lebih suka menghargai dirinya sekedar sebagai kuning menjadi Wirausaha Mandiri masalah ini agak sulit dipecahkan karena sudah menjadi masalah mental.

Faktor kedua sebenarnya bisa dipecahkan kita tahu setiap usaha selalu ada halangannya baik itu lingkungan sarana modal maupun ilmu pengetahuan. Di sini selama ada niat dan tekad untuk mewujudkan usaha dipastikan akan mendapat jalan keluar sedangkan masalah ketiga adalah masalah selera yang bisa dimaklumi, dunia usaha tidak sekedar ditentukan oleh model atau keinginan melainkan sangat ditentukan oleh hobi. bahkan hobi itu sendiri yang paling banyak menentukan kesuksesan orang untuk menjadi pengusaha sukses. Karena itu jika diantara kita sudah memiliki jiwa peternak sekaligus wirausahawan berniat sungguh-sungguh dan mencintai kelinci maka modal dasar inilah yang akan mengantarkan pada kesuksesan.

Soal modal uang pemasaran sarana pendukung relasi dan ilmu pengetahuan bisa didapatkan sambil menjalankan usaha. Peternak kelinci butuh jiwa kewirausahaan karena tidak sekedar mengelola pernah melainkan harus mahir memimpin gerbong peternakan yang mana di dalamnya terdapat komponen-komponen di luar urusan ternak. masalah pakan misalnya membutuhkan pemahaman yang mendalam dari seorang peternak karena itu Seorang peternak diisyaratkan harus banyak memahami ilmu nutrisi hewan. Demikian juga dengan kesehatan hewan seorang peternak yang baik juga dituntut mengenal kesehatan hewan beserta obat-obatannya.

Pengolahan kotoran untuk pemanfaatan pupuk juga menjadi bagian terpenting dari seorang peternak agar semua potensi yang ada pada kelinci bisa dimanfaatkan secara maksimal. Tak kalah pentingnya adalah kemampuan manajemen keuangan, manajemen pengelolaan Karyawan, Manajemen Pemasaran dan lain-lain.

0 komentar:

Post a Comment

 
OMSET KELINCIKU © 2017. All Rights Reserved. Powered by Ilqi Ayudya Hidayat
Top